KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL–AIR
Pendahuluan
Kelarutan adalah kemampuan zat terlarut (solute) untuk dapat larut dalam pelarut (solvent) tertentu. Misalnya etanol di dalam air. Pada umumnya
pelarut merupakan suatu cairan yang berupa zat murni maupun zat campuran.
Sedangkan zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan ini sangat bervariasi dari yang selalu larut seperti etanol dalam
air, hingga yang sukar larut seperti perak klorida dalam air. Dalam beberapa
kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu
larutan yang disebut lewat jenuh yang metastabil (Darmaji, 2005).
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai
temperatur kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan
jika temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan
tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh
dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk
kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya persen fenol dalam setiap
perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis (Sukardjo, 2003).
Jika temperatur dari dalam kelarutan fenol-air dinaikkan diatas 50°C maka komposisi larutan dari sistem larutan tersebut
akan mengalami perubahan. Kandungan denol dalam air untuk lapisan atas akan
bertambah (lebih dari 11,8 %) dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan
berkurang (kurang dari 62,6%). Pada saat suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi seimbang
dan akan bercampur sempurna (bercampur seluruhnya). Suatu fase didefinisikan sebagai
bagian sistem yang seragam atau homogen diantara keadaan submakroskopiknya,
tetapi benar-benar terpisah dari bagian sistem yang lain oleh batasan yang
jelas dan baik. Campuran padatan atau cairan yang tidak saling bercampur dapat
membentuk fase terpisah. Sedangkan campuran gas-gas adalah satu fase karena
sistemnya yang homogen. Simbol umum untuk jumlah fase adalah P (Dogra, S. dan Dogra S.K., 2008).
Sistem biner fenol-air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan
timbal balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Sistem
tersebut disebut sistem biner karena jumlah komponen campuran terdiri dari dua
zat yaitu fenol dan air. Fenol dan air kelarutannya akan berubah, apabila dalam
campuran itu ditambah ka salah satu komponen penyusun yaitu fenol dan air. Jika
komposisi campuran fenol air dilukiskan terhadap suhu akan diperoleh sebuah
kurva sebagai berikut.
L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol,
XA adalah fraksi mol air, XF adalah fraksi mol fenol, Xc
adalah fraksi mol komponen pada suhu kritis (Tc). Pada suhu T1
dengan komposisi diantara A1 dan B1, sistem berada pada
dua fese (keruh). Sedangkan di luar daerah kurva (atau di atas suhu kritisnya,
Tc), sistem berada pada satu fasa (jernih) (Wahyuni, 2003).
Temperatur kritis(Tc) adalah batas atas temperatur dimana
terjadi pemisahan fase. Diatas temperatur batas atas, kedua komponen
benar-benar tercampur. Temperatur ini ada gerakan termal yang lebih besar
menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen. Dalam hal
ini pada temperatur rendah kedua komponen lebih dapat campur karena
komponen-komponen itu membentuk kompleks yang lemah, pada temperatur lebih
tinggi kompleks itu teruarai dan kedua komponen kurang dapat bercampur (Atkins,
1999).
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan dapat : 1) Memperoleh kurva
komposisi sistem fenol-air terhadap suhu pada tekanan tetap, 2) Menentukan suhu
kritis kelarutan timbal balik sistem fenol-air.
Pada percobaan yang dilakukan bahan yang digunakan adalah fenol p.a dan
aquades. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung
reaksipyrex yang berdiameter 4 cm,
botol semprot, pipet tetes, batangpengaduk, gelas kimia pyrex 250 ml, gelas kimiapyrex
100 ml, buret 50 ml, statif, termometer raksa, dan waterbath.
Metode titrasi sederhana digunakan dalam percobaan ini. Fenol yang digunakan diperoleh
dengan cara fenol p.a ditimbang sebanyak 5,1271
gram. Temperatur
ruangandiukur, dilanjutkan dengan rangkaian alatyaitu batang
pengaduk dan termometer dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi fenol.
Selanjutnya peralatan untuk titrasi disiapkan dengan cara buret dipasang pada statif.
Dilanjutkan dengan buret 50 ml diisi dengan aquades dan fenol dititrasi hingga muncul keruh yang pertama kalinya, dan jumlah
aquades yang diperlukan untuk memperoleh kekeruhan fenol yang pertama kali dicatat. Campuran fenol
dengan air tersebut dipanaskan dengan suhu maksimal 90°C, diaduk hingga larutan menjadi jernih kembali,
temperatur larutan saat pertama kali jernih dicatat sebagai T1, lalu
larutan dibuarkan hingga larutan bersuhu T1+ 4°C (Wahyuni, 2013).
Proses selanjutnya larutan diangkat dan didinginkan hingga larutan menjadi
keruh kembali, saat larutan menjadi keruh kembali lalu diukur temperaturrnya
untuk kemudian dicatat sebagai T2. Percobaan dilanjutkan untuk
memperoleh T1 dan T2 lainnya dengan penambahan aquades
yang bervariasi, yaitu 2,9 ml; 3,4 ml; 3,9 ml; 4,4 ml; 4,9 ml; 5,4 ml; 6,9 ml;
7,9 ml; 8,9 ml; 9,9 ml; 10,9 ml; 11,9 ml; 12,9 ml; 13,9 ml. Variabel bebas
dalam praktikum ini adalah fraksi mol masing-masing zat, dan variabel
terikatnya adalah temperatur.
Analisa yang digunakan pada praktikum ini antara lain analisa kualitatif
dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif dapat diartikan sebagai analisa
yang didasarkan atas pengamatan dengan cara penca indra dengan membuktikan ada
tidaknya analit. Sedangkan analisa kuantitatif merupakan anlisa yang didasarkan
pada perhitungan secara matematis, seperti pengukuran perhitungannya antara mil
air dan mol dan mo fenol, serta perhitungan fraksi mol.
Pada praktikum ini dilakukan suatu percampuran dengan komposisi tertentu
yaitu antara fenol dan air. Campuran ini mengalami pemanasan dan pendinginan
pada temperatur kelarutannya masing-masing. Pada campuran antara fenol dan air
ini membentuk dua lapisan atau tidak homogen. Hal ini disebabkan karena air
memiliki massa jenis lebih rendah daripada fenol. Di temperatur tertentu
larutan ini akan bercampur dan akan membentuk dua fasa lagi (menjadi keruh
lagi).
Fenol dan air kelarutannya akan berubah apabila ke dalam campuran itu
ditambah dengan salah satu komponen penyusunnya. Perubahan warna larutan dari
keruh menjadi jernih dan dari jernih menjadi keruh mendakan bahwa zat tersebut
mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi oleh perubahan temperatur. Pada
praktikum ini komponen yang sitambah adalah air sedangkan jumlah fenolnya
tetap, sehingga perubahan larutan dari jernih menjadi keruh dan dari keruh
menjadi jernih terjadi pada temperatur yang berubah-ubah. Perubahan temperatur
tersebut bergantung pada komposisi atau fraksi mol kedua zat penyusun.
Dari praktikum yang dilakukan dalam percobaan kelarutan timbal balik sistem
biner fenol - air diperoleh data Tc berturut-turut : 67,5°C; 70,5°C; 75,5°C; 79,5°C; 79,5°C; 77,5°C; 76°C; 61°C; 67,5°C; 62°C; 68°C; 66,5°C; 65°C; 63,5°C; 60,5°C.
Tabel 1. Data pengamatan dan analisi
data
Fraksi mol
aquades
|
Fraksi mol fenol
|
Temperatur (°C)
|
0,6593
|
0,3407
|
64
|
0,7471
|
0,2529
|
67,5
|
0,7759
|
0,2241
|
70,5
|
0,7989
|
0,2011
|
75,5
|
0,8176
|
0,1824
|
79,5
|
0,8331
|
0,1669
|
79,5
|
0,8462
|
0,1538
|
77,5
|
0,8573
|
0,1427
|
76
|
0,9098
|
0,0902
|
68
|
0,9174
|
0,0826
|
66,5
|
0,9238
|
0,0762
|
65
|
0,9293
|
0,0707
|
63,5
|
0,9340
|
0,0660
|
60,5
|
Dapat dilihat dari data yang
terdapat dalam Tabel 1 tersebut diperoleh temperatur kritisnya adalah 79,5°C dengan komposisi campurannya adalah fraksi mol fenol
0,1824 dan fraksi mol airnya 0,8176. Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur
79,5°C, komponennya yang berada di
dalam kurva merupakan sistem satu fase. Apabila temperatur dinaikkan maka
kelarutan air dalam fenol akan bertambah, demikian pula kelarutan fenol dalam
air, hal ini sesuai dengan teori hukum tuas.
Komponen akan berada pada satu
fase yaitu disaat campuran dari kedua komponen menjadi larut atau dalam hal ini
menjadi homogen (jernih), sedangkan komponen akan mengalami dua fase ketika
dilakukan penambahan air yang menghasilkan dua lapisan atau menjadi heterogen
(keruh). Pada teori daikatakan bahwa terjadinya kelarutan timbal balik fenol
air akan terjadi jika grafiknya membentuk parabola. Grafik yang terbentuk dari
analisis data ini kurang sempurna, namun sudah mendekati teorikarena bentuknya
masih belum simetris namun hampir membentuk parabola. Untuk memperjelas perbandingan
atau komposisi fraksi mol terhadap temperatur dapat dilihatgrafikny pada gambar
2
Grafik Sistem
Biner Fenol-Air
Pada gambar 2 yang menyatakan grafik hubungan antara fraksi mol dengan
temperatur jelas bentuknya hampir mendekati parabola, namun kurang simetris
atau kurang sempurna. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena beberapa hal.
Seperti kekurangtelitian saat melakukan praktikum, misalnya kurang teliti
membaca skala pada termometer. Kemungkinan kesalahan yang lainnya mungkin
validitas alat yang digunakan, serta kesalahan saat menganalisis data yang
diperoleh dari praktikum.
Setelah dilakukan praktikum ini, ternyata saat fenol yang ditambahkan kedalam air
mempunyai perbandingan komponen fenol tetap sedangkan komponen dari air ini
berbeda-beda (divariasi). Temperatur yang diperoleh akan semakin tinggi yaitu
pada volume larutan paling banyak. Perubahan yang ditunjukkan dari larutan ini
adalah perubahan warna larutan dari keruh menjadi jernih setelah dipanaskan dan
dari jernih menjadi keruh kembali setelah didiamkan. Perubahan warna tersebut
diakibatkan karena zat tersebut mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi
oleh perubahan temperatur.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa temperatur kritis untuk
kelarutan fenol dalam air adalah 79,5°C engan
komposisi fraksi mol fenol sebesar 0,8176 dan fraksi mol air sebesar 0,1824. Data
yang diperoleh kurang susuai dengan teori karena bentuk grafiknya yang
diperoleh kurang simetris.
Daftar Pustaka
Atkins, P.W.. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprojo
Irma I, penerjemah; Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Darmaji. 2005. Kimia
Fiksika I. Jambi: Universitas Jambi.
Dogra, S. dan Dogra, S.K.. 2008. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press.
Sukardjo. 2003. Dasar-dasar
Kimia Fisika. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada.
Wahyuni, Sri. 2003. Buku Ajar Kimia Fisika 2.Semarang: UNNES.
Wahyuni, Sri.
2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia
Fisika. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar