Penurunan Titik Beku Asam Asetat
Pendahuluan
Menurut Sukardjo (2004) sifat
koligatif larutan merupakan sifat-sifat yang hanya ditentukan oleh
jumlahpartikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Jika pada
penambahan pada zat terlarut tertentu kedalam suatu pelarut menimbukan
perubahan fisik pelarut tersebut besarnya sebanding dengan molalitas zat
terlarut yang ditambahkan, sifat fisik tersebut bisa berupa penurunan tekanan
uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Perbedaan
antara sifat fisik dari pelarut dan larutan pada penurunan titik beku larutan
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Penurunan titik beku
larutan
Pada gambar 1 dapat dilihat diagram fasa larutan yang mengalami
pergeseran yang menyebabkan terjadinya perbedaan dengan diagram fasa pelarut murninya. Larutan akan membeku jika temperatur
larutan tersebut lebuh rendah dari titik beku larutan murninya, selisih antara
titik beku larutan dengan titik beku larutan murninya disebut juga penurunan
titik beku (ΔTf). Jika zat
terlarutnya merupakan zat non elektrolit, maka penurunan titik bekunya
sebanding dengan molalitas larutan (m). Penambahan zat terlarut tertentu pada
suatu pelarut akan mempengaruhi dari sifat
koligatif lainnya karena keempat sifat koligatif tersebut saling
berkaitan.
Titik beku adalah temperatur dimana
fasa cair dari suatu larutan setimbang dengan pelarut padatnya. Larutan
mempunyai titik beku yang lebih rendah daripada titik beku pelarutnya. Atau
disebut juga dengan (ΔTf),
alat yang digunakan untuk mengukur titik beku lautan adalah Beckman (Sukardjo, 2004).
Titik beku pelarut murni lebih tinggi
dari titik beku larutan. Hal ini diakibatkan oleh sebagian partikel air dan
sebagian partikel-pertikel terlarut membentuk ikatan baru. Sehingga ketika
mmbeku, yang memiliki titik paling tinggi yaitu air akan membeku terlebih
dahulu, kemudian diikuti oleh molekul larutan.
Titik beku dan titik didih larutan
tergantung pada kesetimbangan pelarut yang berada dalam larutan dengan pelarut padatan
atau uap pelarut murni. Kesetimbangan yang lainnya adalah antara pelarut dalam
larutan dengan pelarut murni. Pada saat kesetimbangan itu terjadi, maka pula
titik beku maupun titik didihnya tercapai (Wahyuni, 2013). Setiap pelarut
memiliki harga tetapan Kf tertentu. Tetapan Kf ini
menyatakan besarnya penurunan titik beku larutan 1 molal. Menurut Sachri dan
Harun (1982) untuk asam asetat ini memeiliki harga Kf sebesar 3,9
sedangkan titik bekunya 16,7°C (pada tekanan 1 atm).
Tetapan Kf hanya bergantung pada jenis besarnya penurunan titik beku untuk
larutan 1 molal. Pada umumnya efek enurunan titik beku akan lebih besar
daripada efek kenaikan titik didih atau penurunan tekanan uap. Oleh karena itu
penurunan titik beku relatif lebih banyak digunakan dalam penentuan berat
molekul (Jupamahu, 1980).
Hukum
Roult menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen dalam suatu larutan senilai
dengan tekanan uap suatu larutan dikali dengan fraksi mol komponen yang menguap
dalam larutan. Meurut Roult untuk menentukan titik beku larutan yang sangat encer
berlaku :
Air murni pada tekanan 1 atm membeku
pada temperatur 0°C. Besarnya penurunan titik beku suatu larutan hanya
ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut. Semakin banyak partikel yang
terdapat dalam zat terlarut maka semakin besar pula titik beku suatu larutan
(Anshory,1994).
Pada percobaan permasalahan yang akan
diselesaikan adalah berapa temperatur penurunan titik beku asam asetat dan
berapa jumlah molekul suatu sampel zat non
lektrolit. Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan besarnya tetapan
penurunan titik beku asam asetat dan menentukan berat molekul suatu zat non elektrolit.
Metode
Pada praktikum ini alat-alat yang
diperlukan dalam praktikum penurunan titik beku asam asetat adalah gelas kimia
100 mL dari pyrex, termometer alkohol, pengaduk, stopwatch, penangas es, serta statif yang digunakan untuk
enggantung termometer. Sedangkan bahan yang diperlukan pada praktikum ini
adalah asam asetat dari Merck, naftalena for
syn dari Merck, serta glukosa monohidrat for syn dari Merck yang digunakan sebagai zat X (yang ditentukan
berat molekulnya).
Langkah selanjutnya adalah sebanyak 15 mL larutan asam asetat murni
dimasukkan dimasukkan dalam penangas es untuk selanjutnya titik bekunya diukur.
Asam asetat dibiarkan hingga asam asetat mecair kembali. Langkah selanjutnya,
kedalam 1,000 gram naftalen dimasukkan kedalam larutan asam asetat dan larutan
dimasukkan kedalam penangas es untuk dilakukan pengukuran temperatur larutan
naftalen dalam asam asetat hingga titik bekunya tercapai. Selanjutnya larutan
dibiarkan dan mencair kembali. Kemudian 1,000 gram naftalen ditambahkan pada
larutan untuk untuk diukur titik bekunya, dan dilakukan berulang-ulang hingga
penambahan 1,000 gram naftalen sebanyak 6 kali. Metode dalam penentuan berat
molekul zat non elektrolit dalam hal ini adalah glukosa monohidrat tidak jauh
berbeda dengan penentuan titik beku yang menggunakan naftalena.
Pada praktikum ini variabel bebas yang digunakan adalah massa zat terlarut,
yaitu massa naftalena yang digunakan dalam penentuan tetapan titik beku asam
asetat dan massa glukosa monohidrat (zat X) untuk penentuan berat molekul zat non elektrolit. Sedangkan variabel
terikat yang digunakan adalah penurunan titik beku. Pada praktikum ini juga
digunakan tetkanan ruangan, metode praktikum, dan pelarut yang sama merupakan
variabel kontrolnya.
Sesuai dengan Hukum Roult untuk larutan encer ideal, tetapan penurunan
titik beku asam asetat dapat diperoleh dengan mengalurkan kurva dari molalitas
larutan vs penurunan titik beku larutan. Untuk menentukan berat molekul suatu
zat non elektrolt dapat digunakan
metode yang sama pula.
Hasil dan pembahasan
Naftalen merupakan hidrokarbon yang
berbentuk padatan kristal putih, berbau tajam, dan mudah terbakar. Naftalen
mempunyai rumus molekul C10H8 dan terbentuk dua cincin
benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil,
mudah menguap walaupun bentuknya berupa padatan. Pada praktikum kali ini
naftalen digunakan sebagai zat terlarut pada pelarut asam asetat. Naftalen yang
ditambahkan pada pelarut asam asetat sebanding dengan penurunan titik beku
larutannya.
Penambahan zat terlarut dalam pelarut
akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi yang mengakibatkan semakin rendah
titik bekunya. Jumlah partikel yang lebih banyak akan membuat larutan tersebut
sukar membeku, sehingga membutuhkan suhu yang lebih rendah, dan waktu yang
lebih lama.
Setelah dilakukan praktikum yang dilakukan hasil dari penentuan titik beku
dari asam asetat terhadap naftalen, diperoleh titik beku dari asam asetat
sebesar 16,5°C. hasil tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Titik beku asam asetat pada berbagai konsentrasi zat terlarut
Massa naftalen
(g)
|
Molalitas
(m)
|
Tf
(°C)
|
ΔTf
(°C)
|
1,0179
|
0,504910714
|
14,5
|
2
|
2,0852
|
1,034325397
|
13,2
|
3,3
|
3,1394
|
1,557242063
|
10,5
|
6
|
4,2174
|
2,091964286
|
8,5
|
8
|
5,3065
|
2,63219246
|
7,0
|
9,5
|
6,3755
|
3,162450397
|
5,3
|
11,2
|
Berdasarkan
data praktikum yang telah dilakukan penambahan zat terlarut berbanding lurus
dengan penurunan titik beku. Semakin banyak zat terlarut maka titik beku
larutan akan semakin rendah daripada titik beku pelarut murni. Dalam tabel 1
terlihat titik beku larutan semakin menurun, setelah penambahan naftalen 1,000
gram maka titik beku larutan menjadi 14,5°C, penambahan
1,000 gram yang kedua titik bekunya pada 13,2°C, kemudian pada penambahan naftalen 1,000 gram yang ketiga mengalami
penurunan titik beku sebesar 10,5°C. Hal ini juga
terjadi pada penambahan naftalen 1,000 gram yang keempat, kelima dan keenam,
masing-masing penambahan naftalena mengalami penurunan titik beku yang
bertutut-turut sebesar 8,5°C; 7,0°C; dan 5,3°C. Turunnya
titik beku larutan ini sesuai dengan teori yang sudah ada. Semakin banyak zat
terlarut dalam larutan maka titik beku semakin turun, serta penurunan titik
beku akan semakin meningkat.
Harga Kf dapat diperoleh dari
praktikum yang dilakukan yaitu dengan mengukur besarnya penurunan titik beku
pada bagian penambahan konsentasi zat yang larut. Penurunan titik beku tergantung
pada konsentrasi dari zat terlarut didalamnya. Semakin turun titik beku larutan
banyak partikel dalam larutan maka titik bekunya semakin rendah sehingga
perubahannya sebanding dengan perubahan konsentrasi dari larutan setelah
mengalami penambahan zat terlarutnya. Selain jumlah partikel, zat terlarut juga
dapat mempengaruhi titik beku suatu larutan (Harnanto, 2009).
Sesuai dengan Hukum Roult yaitu
, perubahan temperatur berbanding lurus dengan perubahan
titik beku untuk konsentrasi zat terlarut, penurunan tittik beku berkaitan
dengan besarnya molalitas total dari zat yang terlarut. Menurut Reis (1999)
menyatakan bahwa semakin besar molalitas total zat terlarut, maka semakin besar
pula penurunan titik beku larutannya.
Suatu larutan yang didalamnya terdapat zat
yang tak volatil dapat menurunkan titik beku ari pelarutnya. Jika konsentrasi
zat terlarut yang ditambahkan semakin tinggi maka penurunan titik bekunya
semakin besar pula.grafik antara molalitas dan penurunan titik beku berupa
garis linear dengan gradien Kf.
Harga Kf asam asetat dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambar 2.
Molalitas naftalen vs penurunan titik beku asam asetat
Harga
tetapan Kf yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang
ada. Pada praktikum diperoleh harga Kf
sebesar 3,633°C/m dengan R2 sebesar 0,990,
sedangkan pada teori besrnya Kf
3,900°C/m. Kesalahan relatifnya sekitar 6,8%,
perbedaan antara praktikum dan teori ini mungkin terjadi karena kesalah dalam
membaca skala nonius.
Kf yang diperoleh ini juga
dapat digunakan untuk menentukan berat molekul suatu zat yang dilarutkan dalam
asam asetat murni. Berat molekul zat terlarut glukosa monohidrat dapat
diperoleh dari hasil bagi antara berat zat terlarut dikali 1000 dikali harga Kf dan selanjutnya dibagi
dengan penurunan titik beku larutan dikali dengan berat pelarutnya
sendiri. Hubungan Kf dengan berat molekul ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Titik
beku asam asetat pada zat terlarut zat X
Massa zat X
(g)
|
Tf
(°C)
|
ΔTf
(°C)
|
1,0646
|
14,8
|
1,7
|
1,0910
|
12,7
|
3,8
|
1,0020
|
10,5
|
6,0
|
1,0785
|
8,9
|
7,6
|
1,0718
|
7,6
|
8,9
|
1,0925
|
7,0
|
9,5
|
Dari
data dari tabel 2 diatas dapat dilihat pada penambahan 1,0646 gram zat X, titik
beku asam asetat terjadi pada temperatur 14,8°C, selanjutnya pada penambahan 1,000 gram yang kedua titik beku larutan
terjadi pada temperatur 12,7°C. Kemudian
penambahan zat X kedalam larutan 1,000 gram yang ketiga terjadi pada 10,5°C. Pada penambahan 1,000 gram zat X yang keempat, kelima,
dan keenam titi beku larutan juga mengalami penurunan, titik beku tersebut
berturut-turut 8,9°C; 7,6°C; dan 7,0°C. Dari data
tersebut dapat kita lihat bahwa pada penambahan zat terlarut kedalam larutan
maka titik beku larutan tersebut mengalami penurunan.
Penambahan zat terlarut tersebut akan meningkatkan konsentrasi yang dapat
menyebabkan titik beku larutan akan menjadi lebih rendah. Banyaknya jumlah
partikel dalam larutan akan membuat larutan menjadi sukar membeku, sehingga
temperatur yang dibutuhkan menjadi lebih rendah dan membutuhkan waktu yang
lebih lama. Pada berat molekul suatu zat besar maka penurunan titik beku
larutannya itu menjadi rendah pada massa
zat yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada rumus :
Harga Kf yang digunakan diperoleh
dari perhitungan dari praktikum yang sama, hal ini disebabkan karena pelarut
yang digunakan sama, yaitu larutan asam asetat. Setelah mengetahui harga Kf dari praktikum sebelumnya maka kita
dapat menghitung berat molekul dari zat X tersebut.
Untuk ΔTf diperoleh secara langsung
sacara langsung melalui pengukuran. Sedangkan massa pelarut diperoleh dari
perkalian volume dengan massa jenisnya. Untuk massa zat terlarut dapat
diperoleh dari penimbangan saat persiapan bahan.
Banyaknya penambahan zat terlarut
kedalam pelarut akan mempengaruhi penurunan titik beku. Jika jumlah zat
terlarut semakin besar maka penurunan titik beku zat pelarut semakin tinggi,
namun titik bekunya semakin rendah. Sesuai dengan teori yang dinyatakan dalam
Hukum Roult penurunan titik beku
berbanding terbalik dengan berat molekul. Hubungan dari penurunan (ΔTf) dengan
berat molekul dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik
hubungan penurunan titik beku larutan dengan berat molekul
Dari pada grafik 3 dapat dilihat
pengaruh antara penurunan titik beku dengan titik beku berat molekul dari zat
X, dan setelah dilakukan perhitungan diperoleh berat molekul dari zat X
tersebut sebesar 132,7 g/mol. Namun secara teori berat molekul zat X tersebut
sebenarnya adalah 198,17 g/mol. Berat molekul zat X tersebut sudah diketahui
zat sebenarnya. Zat tersebut adalah glukosa monohidrat.
Hasil dari praktikum belum sesuai dengan
teori. Hal ini terlihat dari berat molekul dari perhitungan dan berat molekul
menurut teori masih berbeda jauh, dengan selisih 66 g/mol. Dengan kesalahan
relatifnya sekitar 33%. Kesalah yang terjadi mungkin disebabkan kurang tepat
dalam membaca skala nonius.
Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penurunan titik beku
dipengaruhi oleh zat terlarut yang ada didalamnya, semakin banyak zat yang
terlarut didalamnya maka titik beku larutannya semakin turun. Titik beku
larutan lebih rendah dari titik beku pelarut murni.
Dari data yang diperoleh dari percobaan dapat diketahui besarnya tetapan
penurunan titik beku asam asetat sebesar 3,633°C/m, dan berat molekul dari zat X tersebut adalah 132,7 g/mol.
Daftar pustaka
Anshory, Irfan. 1994. Kimia. Jakarta: Erlangga.
Harnanto, Ari. 2009. Kimia 3. Jakarta: Pusat perbukuan
Pendidikan Nasional.
Jupamahu, M.S. 1980. Kimia Fisika 1. Bandung: Departemen
Kimia ITB.
Reis. 1999. Sifat-sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta: Gramedia.
Sachri, Soebandi dan Harun. 1982.
Buku Tabel Ilmu Fisika dan Kimia. Bandung:
Binacipta.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Wahyuni, Sri. 2013. Kimia Fisika 2. Semarang: Kimia FMIPA
UNNES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar