Selasa, 26 November 2013

Laporan praktikum Kimia Fisika Penurunan Titik Beku Asam Asetat

Penurunan Titik Beku Asam Asetat

Silvia Marceliana, Khusnul Khotimah
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
50229

Abstrak
Sifat-sifat koligatif larutan ialah sifat-sifat yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatannya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah menentukan besarnya tetapan penurunan titik beku asam asetat dan menentukan berat molekul suatu zat non elektrolit. Praktikum ini dilakukan dengan cara mengukur suhu titik beku larutan. Larutan diberi zat terlarut sebanyak 1,000 gram, setelah ditentukan titik bekunya larutan kemudian dicairkan lagi, dan dan dilanjutkan penambahannya 1,000 gram hingga 6 kali. Begitu juga pada praktikum untuk menentukan berat molekul suatu zat non elektrolit. Besarnya tetapan penurunan titik beku diperoleh sebesar 3,6338°C/m, namun pada teori sebesar 3,9000°C/m. Dan diperoleh berat molekul dari zat X tersebut sebesar 132,7 g/mol. Seharusnya secara teori berat molekul zat terlarut tersebut sebesar 198,17 g/mol. Kesimpulannya semakin banyak zat yang terlarut didalamnya maka titik beku larutannya semakin turun. Tetapan penurunan titi beku sebesar 3,633°C/m, dan berat molekul sebesar 132,7 g/mol.
Kata kunci: berat molekul, naftalen dalam asam asetat, penurunan titik beku.


Abstract
Colligative properties of solutions is that the properties are only determined by the number of particles in solution and not on the type of particle. Freezing point of the solution is the solution temperature at equilibrium with the solid solvent. Solution would freeze at a lower temperature than the solvent. The purpose of this lab is performed to determine the amount of freezing point depression constant of acetic acid and determining the molecular weight of a substance non electrolyte. This lab is done by measuring the freezing temperature of the solution. Solution given solute as much as 1,000 grams, as determined freezing point solution then thawed again, the addition is 1.000 grams and continued up to 6 times. So also in the lab to determine the molecular weight of a substance non electrolyte . The amount of freezing point depression constants obtained by 3.633°C/m, but the theory of 3.9000°C/m. Obtained molecular weight the substance X at 132.7 g/mol. Should in theory molecular weight solutes by 198,17 g/mol. The conclusion that more substances dissolved in it then the freezing point of the solution is getting down. Freezing point depression constant of 3.6338 °C/m, and a molecular weight of 132.7 g/mol.
Keywords : molecular weight , the naphthalene acetic acid , lowering the freezing point .

Pendahuluan

Menurut Sukardjo (2004) sifat koligatif larutan merupakan sifat-sifat yang hanya ditentukan oleh jumlahpartikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Jika pada penambahan pada zat terlarut tertentu kedalam suatu pelarut menimbukan perubahan fisik pelarut tersebut besarnya sebanding dengan molalitas zat terlarut yang ditambahkan, sifat fisik tersebut bisa berupa penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Perbedaan antara sifat fisik dari pelarut dan larutan pada penurunan titik beku larutan dapat dilihat pada gambar 1.




Gambar 1. Penurunan titik beku larutan

Pada gambar 1 dapat dilihat diagram fasa larutan yang mengalami pergeseran yang menyebabkan terjadinya perbedaan dengan diagram fasa pelarut murninya. Larutan akan membeku jika temperatur larutan tersebut lebuh rendah dari titik beku larutan murninya, selisih antara titik beku larutan dengan titik beku larutan murninya disebut juga penurunan titik beku (ΔTf). Jika zat terlarutnya merupakan zat non elektrolit, maka penurunan titik bekunya sebanding dengan molalitas larutan (m). Penambahan zat terlarut tertentu pada suatu pelarut akan mempengaruhi dari sifat koligatif  lainnya karena keempat sifat koligatif tersebut saling berkaitan.

Titik beku adalah temperatur dimana fasa cair dari suatu larutan setimbang dengan pelarut padatnya. Larutan mempunyai titik beku yang lebih rendah daripada titik beku pelarutnya. Atau disebut juga dengan (ΔT­f), alat yang digunakan untuk mengukur titik beku lautan adalah Beckman (Sukardjo, 2004).

Titik beku pelarut murni lebih tinggi dari titik beku larutan. Hal ini diakibatkan oleh sebagian partikel air dan sebagian partikel-pertikel terlarut membentuk ikatan baru. Sehingga ketika mmbeku, yang memiliki titik paling tinggi yaitu air akan membeku terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh molekul larutan.

Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut yang berada dalam larutan dengan pelarut padatan atau uap pelarut murni. Kesetimbangan yang lainnya adalah antara pelarut dalam larutan dengan pelarut murni. Pada saat kesetimbangan itu terjadi, maka pula titik beku maupun titik didihnya tercapai (Wahyuni, 2013). Setiap pelarut memiliki harga tetapan Kf tertentu. Tetapan Kf ini menyatakan besarnya penurunan titik beku larutan 1 molal. Menurut Sachri dan Harun (1982) untuk asam asetat ini memeiliki harga Kf sebesar 3,9 sedangkan titik bekunya 16,7°C (pada tekanan 1 atm).

Tetapan Kf hanya bergantung pada jenis besarnya penurunan titik beku untuk larutan 1 molal. Pada umumnya efek enurunan titik beku akan lebih besar daripada efek kenaikan titik didih atau penurunan tekanan uap. Oleh karena itu penurunan titik beku relatif lebih banyak digunakan dalam penentuan berat molekul (Jupamahu, 1980).

Hukum Roult menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen dalam suatu larutan senilai dengan tekanan uap suatu larutan dikali dengan fraksi mol komponen yang menguap dalam larutan. Meurut Roult untuk menentukan titik beku larutan yang sangat encer berlaku :


Air murni pada tekanan 1 atm membeku pada temperatur 0°C. Besarnya penurunan titik beku suatu larutan hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut. Semakin banyak partikel yang terdapat dalam zat terlarut maka semakin besar pula titik beku suatu larutan (Anshory,1994).

Pada percobaan permasalahan yang akan diselesaikan adalah berapa temperatur penurunan titik beku asam asetat dan berapa jumlah molekul suatu sampel zat non lektrolit. Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan besarnya tetapan penurunan titik beku asam asetat dan menentukan berat molekul suatu zat non elektrolit.

Metode
 Pada praktikum ini alat-alat yang diperlukan dalam praktikum penurunan titik beku asam asetat adalah gelas kimia 100 mL dari pyrex, termometer alkohol, pengaduk, stopwatch, penangas es, serta statif yang digunakan untuk enggantung termometer. Sedangkan bahan yang diperlukan pada praktikum ini adalah asam asetat dari Merck, naftalena for syn dari Merck, serta glukosa monohidrat for syn dari Merck yang digunakan sebagai zat X (yang ditentukan berat molekulnya).

Langkah selanjutnya adalah sebanyak 15 mL larutan asam asetat murni dimasukkan dimasukkan dalam penangas es untuk selanjutnya titik bekunya diukur. Asam asetat dibiarkan hingga asam asetat mecair kembali. Langkah selanjutnya, kedalam 1,000 gram naftalen dimasukkan kedalam larutan asam asetat dan larutan dimasukkan kedalam penangas es untuk dilakukan pengukuran temperatur larutan naftalen dalam asam asetat hingga titik bekunya tercapai. Selanjutnya larutan dibiarkan dan mencair kembali. Kemudian 1,000 gram naftalen ditambahkan pada larutan untuk untuk diukur titik bekunya, dan dilakukan berulang-ulang hingga penambahan 1,000 gram naftalen sebanyak 6 kali. Metode dalam penentuan berat molekul zat non elektrolit dalam hal ini adalah glukosa monohidrat tidak jauh berbeda dengan penentuan titik beku yang menggunakan naftalena.

Pada praktikum ini variabel bebas yang digunakan adalah massa zat terlarut, yaitu massa naftalena yang digunakan dalam penentuan tetapan titik beku asam asetat dan massa glukosa monohidrat (zat X) untuk penentuan berat molekul zat non elektrolit. Sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah penurunan titik beku. Pada praktikum ini juga digunakan tetkanan ruangan, metode praktikum, dan pelarut yang sama merupakan variabel kontrolnya.

Sesuai dengan Hukum Roult untuk larutan encer ideal, tetapan penurunan titik beku asam asetat dapat diperoleh dengan mengalurkan kurva dari molalitas larutan vs penurunan titik beku larutan. Untuk menentukan berat molekul suatu zat non elektrolt dapat digunakan metode yang sama pula.

Hasil dan pembahasan

Naftalen merupakan hidrokarbon yang berbentuk padatan kristal putih, berbau tajam, dan mudah terbakar. Naftalen mempunyai rumus molekul C108 dan terbentuk dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walaupun bentuknya berupa padatan. Pada praktikum kali ini naftalen digunakan sebagai zat terlarut pada pelarut asam asetat. Naftalen yang ditambahkan pada pelarut asam asetat sebanding dengan penurunan titik beku larutannya.

Penambahan zat terlarut dalam pelarut akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi yang mengakibatkan semakin rendah titik bekunya. Jumlah partikel yang lebih banyak akan membuat larutan tersebut sukar membeku, sehingga membutuhkan suhu yang lebih rendah, dan waktu yang lebih lama.

Setelah dilakukan praktikum yang dilakukan hasil dari penentuan titik beku dari asam asetat terhadap naftalen, diperoleh titik beku dari asam asetat sebesar 16,5°C. hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Titik beku asam asetat pada berbagai konsentrasi zat terlarut
Massa naftalen
(g)
Molalitas
(m)
Tf
(°C)
ΔTf
(°C)
1,0179
0,504910714
14,5
2
2,0852
1,034325397
13,2
3,3
3,1394
1,557242063
10,5
6
4,2174
2,091964286
8,5
8
5,3065
2,63219246
7,0
9,5
6,3755
3,162450397
5,3
11,2
           
Berdasarkan data praktikum yang telah dilakukan penambahan zat terlarut berbanding lurus dengan penurunan titik beku. Semakin banyak zat terlarut maka titik beku larutan akan semakin rendah daripada titik beku pelarut murni. Dalam tabel 1 terlihat titik beku larutan semakin menurun, setelah penambahan naftalen 1,000 gram maka titik beku larutan menjadi 14,5°C, penambahan 1,000 gram yang kedua titik bekunya pada 13,2°C, kemudian pada penambahan naftalen 1,000 gram yang ketiga mengalami penurunan titik beku sebesar 10,5°C. Hal ini juga terjadi pada penambahan naftalen 1,000 gram yang keempat, kelima dan keenam, masing-masing penambahan naftalena mengalami penurunan titik beku yang bertutut-turut sebesar 8,5°C; 7,0°C; dan 5,3°C. Turunnya titik beku larutan ini sesuai dengan teori yang sudah ada. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan maka titik beku semakin turun, serta penurunan titik beku akan semakin meningkat.

Harga Kf dapat diperoleh dari praktikum yang dilakukan yaitu dengan mengukur besarnya penurunan titik beku pada bagian penambahan konsentasi zat yang larut. Penurunan titik beku tergantung pada konsentrasi dari zat terlarut didalamnya. Semakin turun titik beku larutan banyak partikel dalam larutan maka titik bekunya semakin rendah sehingga perubahannya sebanding dengan perubahan konsentrasi dari larutan setelah mengalami penambahan zat terlarutnya. Selain jumlah partikel, zat terlarut juga dapat mempengaruhi titik beku suatu larutan (Harnanto, 2009).

Sesuai dengan Hukum Roult yaitu , perubahan temperatur berbanding lurus dengan perubahan titik beku untuk konsentrasi zat terlarut, penurunan tittik beku berkaitan dengan besarnya molalitas total dari zat yang terlarut. Menurut Reis (1999) menyatakan bahwa semakin besar molalitas total zat terlarut, maka semakin besar pula penurunan titik beku larutannya.

Suatu larutan yang didalamnya terdapat zat yang tak volatil dapat menurunkan titik beku ari pelarutnya. Jika konsentrasi zat terlarut yang ditambahkan semakin tinggi maka penurunan titik bekunya semakin besar pula.grafik antara molalitas dan penurunan titik beku berupa garis linear dengan gradien Kf. Harga Kf asam asetat dapat dilihat pada gambar 2.


Gambar 2. Molalitas naftalen vs penurunan titik beku asam asetat

Harga tetapan Kf  yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada praktikum diperoleh harga Kf sebesar 3,633°C/m dengan R2 sebesar 0,990, sedangkan pada teori besrnya Kf 3,900°C/m. Kesalahan relatifnya sekitar 6,8%, perbedaan antara praktikum dan teori ini mungkin terjadi karena kesalah dalam membaca skala nonius.

 Kf yang diperoleh ini juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul suatu zat yang dilarutkan dalam asam asetat murni. Berat molekul zat terlarut glukosa monohidrat dapat diperoleh dari hasil bagi antara berat zat terlarut dikali 1000 dikali harga Kf dan selanjutnya dibagi dengan penurunan titik beku larutan dikali dengan berat pelarutnya sendiri.  Hubungan Kf dengan berat molekul ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Titik beku asam asetat pada zat terlarut zat X
Massa zat X
(g)
Tf
(°C)
ΔTf
(°C)
1,0646
14,8
1,7
1,0910
12,7
3,8
1,0020
10,5
6,0
1,0785
8,9
7,6
1,0718
7,6
8,9
1,0925
7,0
9,5
           
Dari data dari tabel 2 diatas dapat dilihat pada penambahan 1,0646 gram zat X, titik beku asam asetat terjadi pada temperatur 14,8°C, selanjutnya pada penambahan 1,000 gram yang kedua titik beku larutan terjadi pada temperatur 12,7°C. Kemudian penambahan zat X kedalam larutan 1,000 gram yang ketiga terjadi pada 10,5°C. Pada penambahan 1,000 gram zat X yang keempat, kelima, dan keenam titi beku larutan juga mengalami penurunan, titik beku tersebut berturut-turut 8,9°C; 7,6°C; dan 7,0°C. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa pada penambahan zat terlarut kedalam larutan maka titik beku larutan tersebut mengalami penurunan.

Penambahan zat terlarut tersebut akan meningkatkan konsentrasi yang dapat menyebabkan titik beku larutan akan menjadi lebih rendah. Banyaknya jumlah partikel dalam larutan akan membuat larutan menjadi sukar membeku, sehingga temperatur yang dibutuhkan menjadi lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada berat molekul suatu zat besar maka penurunan titik beku larutannya itu menjadi rendah  pada massa zat yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada rumus :

Harga Kf  yang digunakan diperoleh dari perhitungan dari praktikum yang sama, hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan sama, yaitu larutan asam asetat. Setelah mengetahui harga Kf dari praktikum sebelumnya maka kita dapat menghitung berat molekul dari zat X tersebut.
Untuk ΔTf  diperoleh secara langsung sacara langsung melalui pengukuran. Sedangkan massa pelarut diperoleh dari perkalian volume dengan massa jenisnya. Untuk massa zat terlarut dapat diperoleh dari penimbangan saat persiapan bahan.

Banyaknya penambahan zat terlarut kedalam pelarut akan mempengaruhi penurunan titik beku. Jika jumlah zat terlarut semakin besar maka penurunan titik beku zat pelarut semakin tinggi, namun titik bekunya semakin rendah. Sesuai dengan teori yang dinyatakan dalam Hukum Roult penurunan titik beku berbanding terbalik dengan berat molekul. Hubungan dari penurunan (ΔTf) dengan berat molekul dapat dilihat pada gambar 3.


Gambar 3. Grafik hubungan penurunan titik beku larutan dengan berat molekul

Dari pada grafik 3 dapat dilihat pengaruh antara penurunan titik beku dengan titik beku berat molekul dari zat X, dan setelah dilakukan perhitungan diperoleh berat molekul dari zat X tersebut sebesar 132,7 g/mol. Namun secara teori berat molekul zat X tersebut sebenarnya adalah 198,17 g/mol. Berat molekul zat X tersebut sudah diketahui zat sebenarnya. Zat tersebut adalah glukosa monohidrat.
Hasil dari praktikum belum sesuai dengan teori. Hal ini terlihat dari berat molekul dari perhitungan dan berat molekul menurut teori masih berbeda jauh, dengan selisih 66 g/mol. Dengan kesalahan relatifnya sekitar 33%. Kesalah yang terjadi mungkin disebabkan kurang tepat dalam membaca skala nonius.

Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penurunan titik beku dipengaruhi oleh zat terlarut yang ada didalamnya, semakin banyak zat yang terlarut didalamnya maka titik beku larutannya semakin turun. Titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut murni.
Dari data yang diperoleh dari percobaan dapat diketahui besarnya tetapan penurunan titik beku asam asetat sebesar 3,633°C/m, dan berat molekul dari zat X tersebut adalah 132,7 g/mol.

Daftar pustaka
Anshory, Irfan. 1994. Kimia. Jakarta: Erlangga.
Harnanto, Ari. 2009. Kimia 3. Jakarta: Pusat perbukuan Pendidikan Nasional.
Jupamahu, M.S. 1980. Kimia Fisika 1. Bandung: Departemen Kimia ITB.
Reis. 1999. Sifat-sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta: Gramedia.
Sachri, Soebandi dan Harun. 1982. Buku Tabel Ilmu Fisika dan Kimia. Bandung: Binacipta.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Wahyuni, Sri. 2013. Kimia Fisika 2. Semarang: Kimia FMIPA UNNES.